You are currently viewing Pentingnya Kandungan Air dan Implikasi Terhadap Citarasa Kopi

Pentingnya Kandungan Air dan Implikasi Terhadap Citarasa Kopi

Oleh : Islami Nahdiyin

Berbicara tentang dunia kopi, semua hal menjadi penting. Proses penanaman, pemupukan, proses panen, sortasi cherry , proses pasca-panen, Green grading, penyangraian, kualitas air sampai penyeduhan tidak ada yang dapat kita kesampingkan peran nya. Namun  kenyataanya, seringkali kita hanya terfokus pada proses yang terjadi di origin dimana tempat kopi di tanam, varietas, pasca-panen, profil sangrai dan metode penyeduhan. Ada satu hal yang terlewat dan tidak banyak dibahas saat kita membicarakan berbagai hal tentang kopi, yaitu air.

Air sebagai pelarut memiliki peranan yang sangat penting. Sebagai contoh dalam kopi filter, sembilan puluh delapan persen lebih dari kopi yang kita minum adalah air. Satu koma persen sisanya merupakan TDS (Total Dissolve Solids) atau total jumlah dari partikel yang terlarut. Air dan berbagai mineral di dalamnya berperan sebagai senjata utama untuk melarutkan dan mengesktrak kopi yang kita seduh. Berlaku juga dalam espresso, jika TDS menunjukkan sebelas persen, maka delapan puluh sembilan persen sisanya adalah air. Sampai saat ini, apakah peran penting dari air sudah bisa dilihat?

Saat saya bekerja di salah satu rumah penyangraian terbesar di Indonesia, saya kerap mendapatkan keluhan dari berbagai pelanggan yang kebanyakan merupakan seorang Home Brewer, Barista dan pengelola kedai kopi. Menurut mereka, biji kopi yang mereka beli dan mereka seduh ternyata tidak se-enak hasil seduhan yang saya dan pegawai rumah sangrai buat. Hal ini, cukup membuat saya sedikit kesulitan untuk menjawab berbagai keluhan dan berbagai keluhan yang berkaitan dengan hasil seduhan yang dilakukan mereka.

Pada awalnya, saya mengira bahwa perbedaan alat yang digunakan menjadi alasan utama. Mengingat, tidak banyak Home Brewer dan Kedai Kopi menggunakan alat canggih seperti Grinder Mahlkonig EK43 atau Commandante hand grinder, dll. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli dan menyeduh kopi dari rumah sangrai tempat saya bekerja dan membawanya ke sebuah kedai milik seorang kawan di Jogja.

Di kedai tersebut saya dengan percaya diri mempresentasikan taste notes yang biasa saya rasakan saat menyeduh kopi terkait di bar milik rumah sangrai tempat saya bekerja. Selain merepresentasikan taste notes, saya juga mereperesentasikan metode penyeduhan seperti suhu air yang dipakai, mengapa saya menggunakan multiple pouring, dll. Saat saya selesai menyeduh dan mencicipi sedikit hasil seduhan yang dibuat, saya terkejut dengan hasilnya. Jauh sekali dari ekspektasi dan harapan yang ada dalam kepala saya saat menyeduh kopi tersebut. saya mencoba untuk menyeduh kopi tersebut beberapa kali. Hasilnya jauh dari kata berkembang. Dari beberapa seduhan, semuanya memiliki karakter yang sama. Rasanya tidak enak. Karakter kopi yang dikeluarkan jauh dari kata clean, semuanya memiliki karakter over-extracted

Hal ini tidak saya sadari sampai keesokan harinya pada suatu pagi di shift pagi, saya menjalankan rutinitas mencampur air untuk menyeduh kopi di bar rumah sangrai tempat saya bekerja. Di sini, kami menggunakan air yang sangat berbeda dengan air yang dijual di pasaran. saya akhirnya menyadari, mungkin faktor air menjadi penyebab utama dari hasil seduhan di hari sebelumnya. Untuk menjawab rasa penasaran tersebut, saya memutuskan untuk menyeduh namun dengan air yang berbeda. Akhirnya, terjawab sudah semua keluhan dari pelanggan rumah sangrai tempat saya bekerja. Saat menyeduh di rumah sangrai, saya menyeduh dengan air yang cukup spesifik memiliki bahan kandungan mineral yang sebelumnya dikalkulasi dan dikontrol terlebih dahulu. Setelah itu, saya coba menghubungi beberapa kawan home brewer yang mengeluhkan perbedaan hasil seduhan. saya coba melontarkan berbagai pertanyaan terkait air yang mereka pakai. Hasilnya, kebanyakan menggunakan air yang tersedia di pasaran. Beberapa menggunakan air yang memiliki kandungan mineral rendah, beberapa dari kawan yang lain menggunakan air yang memiliki kandungan mineral tinggi. Hal ini menjadi persoalan serius karena di rumah sangrai saya bekerja, Kami tidak menggunakan air yang banyak beredar di pasaran. Kami menggunakan air dengan kandungan mineral yang sudah di kontrol sebelumnya.

Pengalaman ini, cukup membuka mata saya sebagai brewer. Beberapa kawan yang menyeduh dengan air yang memiliki kandungan mineral rendah cenderung menyeduh dengan suhu tinggi dan ukuran gilingan lebih halus, sedangkan beberapa kawan lain yang menyeduh dengan air kandungan mineral tinggi cenderunng menyeduh dengan suhu rendah dan dengan gilingan yang lebih kasar. Sejak saat itu, saya mulai memfokuskan diri untuk mempelajari dampak kandungan mineral air pada hasil sangrai dan hasil penyeduhan. Apakah metode sangrai akan menentukan air seperti apa yang baik digunakan untuk menyeduh, atau sebaliknya justru air yang digunakan untuk menyeduh akan menentukan profil sangrai yang kita pakai? Saat ini, saya pikir kedua pendekatan tersebut tidak ada yang keliru untuk dilakukan.

Penyeduh kopi cenderung menyalahkan penyangrai pada saat kopi yang mereka seduh ternyata tidak menghasilkan kopi yang menyenangkan. Padahal, ada miskomunikasi yang terjadi mengenai spesifikasi air. Kebanyakan hal yang terjadi adalah penyeduh tidak menyeduh dengan spesifikasi air yang sama atau setidaknya mendekati dengan air yang digunakan oleh penyangrai saat proses cek kualitas. Hal ini memberi dampak negatif yang cukup besar pada hubungan penyangrai dan penyeduh. Peyeduh menganggap biji kopi yang di sangrai oleh penyangrai berkualitas buruk, penyangrai menganggap penyeduh tidak memiliki kemampuan untuk menyeduh kopi yang ia sangrai. Sejak menyadari berbagai hal tersebut, saya mulai belajar serius tentang water chemistry dan hubungannya dengan kopi.

Maxwell Colonna-Dashwood at the UK Barista Championships. Photo by Kate Beard for Roast Magazine.

Maxwell Colonna Dashwood, seorang barista yang telah memenangkan berbagai kejuaraan lomba kopi di Britania Raya dan mendapatkan juara 5  WBC tahun 2014. Dalam sebuah video seminar yang diselenggarakan oleh Re;Co Symposium membahas banyak tentang air yang kita gunakan untuk menyeduh. Ia mengklasifikasikan dua jenis air. Air yang memiliki kandungan mineral diatas dua ratus ppm (particle per million) ia kategorikan sebagai hard water. Sedangkan air yang memiliki kandungan dibawah seratus ppm (particle per million) sebagai soft water. Kedua jenis air ini memiliki kemapuan yang berbeda dalam mengekstrak kopi, pada umumnya hasil seduhan yang menggunakan hard water akan memiliki karakter bitter, chalky, dry dan powdery. Sedangkan hasil seduhan yang menggunakan soft water cenderung lebih sour, edgy, unrefined flavor, sharp acidic.

Dalam artikel yang dimuat pada journal of agrucultural and food chemistry, Christoper H. Hendon menjelaskan bahwa komposisi rasa yang terdapat pada kopi hadir dalam bentuk molekul organik kompleks yang terdiri dari berbagai macam asam dan garam. Untuk mengekstrak molekul organik tersebut diperlukan sebuah proses yang bergantung pada kandungan mineral yang terlarut didalam air. Kandungan mineral yang biasa kita temukan pada air yang digunakan untuk menyeduh adalah magnesium, kalsium dan bikarbonat. Magnesium dan kalsium bertindak sebagai hardness dalam air yang berfungsi untuk mengekstrak rasa pada kopi, magnesium berkontribusi untuk menghasilkan rasa buah, sedangkan kalsium cenderung lebih mengikat pada berbagai zat yang berkontribusi memberikan rasa pada tekstur yang lebih berat seperti creamy pada kopi yang kita seduh. Kedua mineral tersebut bekerjasama untuk menghasilkan rasa yang lebih kompleks. Namun, kandungan kalsium yang terlalu banyak dapat menyebabkan pengkapuran atau limescale pada mesin espresso atau peralatan seduh yang kita miliki.

Lalu akan muncul sebuah pertanyaan, jika mineral membantu kita untuk mengekstrak berbagai zat dari kopi yang dapat membuat hasil seduhan kita menjadi lebih nikmat, mengapa kita tidak memakai hard water (dimana hard water memiliki jumlah kandungan magnesium dan kalsium yang lebih banyak) ? Logikanya, kedua mineral tersebut jika ada dalam air yang kita gunakan dalam jumlah banyak tentunya akan membuat kopi yang kita seduh sangat nikmat. Namun, hal tersebut tidak berlaku karena konsentrasi magnesium dan kalsium yang berlebih didalam kopi juga tidak memberikan implikasi positif pada kopi yang diseduh. Sehingga kopi yang kita seduh justru akan menghasilkan rasa yang bitter, chalky, dull dan  flat.

Di sini, kita harus memahami peran dari Bikarbonat. Magnesium dan kalsium merupakan ion bermuatan positif. Untuk menyeimbangkan air yang kita pakai, kita membutuhkan ion negatif. Bikarbonat adalah bagian dari ion negatif, ion negatif tersebut berperan sebagai buffering system atau dalam istilah lain kita menemukannya pada istilah alkalinity yang menjaga pH untuk tetap netral. Selain dari itu, kandungan bikarbonat memiliki peranan penting dalam hidup kita. Maxwell memberikan contoh yang cukup sederhana dan mudah dipahami untuk mrnjelaskan peran dari bikarbonat. Darah manusia, biasanya memiliki kadar pH di antara tujuh koma dua puluh lima dan tujuh koma empat puluh lima. Jika angka tersebut berubah, kita berada dalam masalah yang cukup serius. Bikarbonat memiliki peranan penting untuk menahan pH air agar tetap pada angka yang sama dan pada jumlah yang seharusnya.

Pada kopi, kandungan bikarbonat berperan dalam menurunkan kadar asam sehingga seduhan yang kita dapat lebih manis dengan tingkat keasaman yang rendah.Tingkat keasaman hasil seduhan dapat disesuaikan dengan memberikan konsentrasi bikarbonat yang tepat agar memunculkan rasa asam yang nyaman. Namun pemberian konsentrasi bikarbonat dalam jumlah banyak perlu dihindari karena dapat mengeliminasi rasa yang diekstrak oleh magnesium dan kalsium.

Menurut Maxwell, kita harus memahami bahwa air bukanlah ingredients dari kopi yang kita minum. Melainkan sebuah extractor atau flavor carrier. Implikasinya pada seduhan cukup signifikan. Kopi yang memiliki kandungan asam klorogenat tinggi, jika diseduh menggunakan air yang tidak memiliki magensium tidak akan menghasilkan clarity, kompleksitas dan intensitas setinggi seduhan yang menggunakan air dengan magnesium di dalamnya.

Dalam satu kasus, air menentukan profil sangrai yang digunakan. Dalam dunia kopi, kita mengenal istilah coffee terroir. Secara sederhana, kita dapat memahami istilah coffee terroir  sebagai asal muasal dari mana kopi tersebut berasal. Coffee terroir secara fundamental memiliki pengaruh paling tinggi pada flavor yang dihasilkan. Itulah mengapa kopi dari Ethiopia dan Indonesia memiliki karakter yang berbeda. Secara sederhana karena keduanya memiliki faktor terroir yang berbeda. Dalam salah satu materi terroir course yang terdapat di Barista Hustle, Matt Perger menyatakan bahwa kopi baik adalah hasil dari genotype dan terroir atau alam yang mengelilinginya. Faktor iklim, tanah dan metode penanaman berpengaruh pada biji kopi yang dihasilkan. Begitu juga dengan air, kita mengenal istilah water terroir. Dari mana air berasal memiliki kandungan yang berbeda-beda. Keragaman kandungan dan jumlah kandungan mineral di Australia misalnya, setiap regional memiliki spesifikasi air yang berbeda. Contohnya seperti gambar dibawah ini.

Sumber : https://www.completehomefiltration.com.au/hard-water/

Gambar diatas menunjukkan perbedaan kandungan air yang terdapat di Australia. Gambar diatas juga menunjukkan keunikan dan keragaman dari water terroir yang terdapat di Australia. Keunikan tersebut memberikan implikasi pada cara kita dalam menyangrai dan menyeduh kopi. Penyangrai kopi yang berasal dari Queensland, South Australia dan Northern Territory cenderung menyangrai kopi dengan profil yang lebih terang ketimbang mereka yang berada di Victoria dan Tasmania karena spesifikasi dari water terroir yang mereka miliki termasuk pada hard water atau bermineral tinggi. Sebaliknya, penyangrai kopi di Tasmania dan Victoria akan menyangrai kopi dengan profil yang lebih gelap karena spesifikasi water terroir yang mereka pakai memiliki kandungan mineral yang lebih sedikit. Profil sangrai yang lebih gelap memiliki tingkat solubility atau tingkat larut yang lebih tinggi ketimbang kopi yang di sangrai dengan profil yang lebih terang. Mineral memiliki kekuatan untuk menarik zat-zat yang ada dalam kopi. Sehingga untuk menyeduh kopi dengan tingkat larut yang tinggi dengan hasil sangrai yang lebih gelap, disarankan untuk menggunakan air yang bermineral rendah agar menghindari terjadinya over extract karerna air yang terlalu over power dalam menyeduh kopi.

Pada tahap penyeduhan, kadar mineral dalam air juga menentukan berbagai variabel yang akan kita gunakan untuk menyeduh kopi. Jika kita menggunakan air dengan kadar mineral yang tinggi, beberapa variabel harus disesuaikan untuk menghindari rasa yang tidak diinginkan. Seperti menggunakan suhu yang lebih rendah yang bertujuan untuk memperlambat laju ekstraksi. Selain itu, tentu kita juga dapat menggunakan ukuran gilingan yang lebih kasar yang bertujuan juga untuk memperlambat laju ekstraksi sehingga tidak memunculkan berbagai rasa yang tidak diinginkan. Selain itu, pada tahap teknik penyeduhan, beberapa hal menyesuaikan seperti menggunakan pulse pouring lebih sedikit untuk mengurangi resiko terjadinya over extract. Berbeda dengan menggunakan air yang mengandung kadar mineral rendah, kita menggunakan pulse pouring lebih banyak untuk menarik lebih banyak flavor dan menghindari kemungkinan under extract.

Setelah jauh membahas peran air dan signifikansi nya pada hasil sangrai dan seduhan, akan muncul sebuah pertanyaan. Perlukah kita melakukan standarisasi air untuk menyeduh kopi? Jawaban yang akan muncul tentu akan beragam. Akan tetapi, jika saya diminta pendapat tentang hal ini, tentunya saya merupakan orang yang mendukung standarisasi air untuk kopi. Mengapa demikian? Hal ini perlu dilakukan untuk memperluas kesadaran tentang signifikansi air pada penyeduhan. Selain itu, penyeduh juga dapat merasakan rasa kopi yang sama dengan mereka yang melakukan QC di rumah sangrai tempat dimana kopi tersebut disangrai.

Namun, lebih mudah untuk kita berbicara tentang standarisasi air ketimbang mewujudkannya. Selain distribusi pengetahuan pada para pegiat kopi, tantangan yang muncul adalah bagaimana menyeragamkan kandungan air yang dipakai di rumah sangrai dengan di kedai yang membeli biji kopi dari rumah sangrai terkait. Tentunya, hal ini membutuhkan transparansi yang dilakukan oleh rumah sangrai pada pelanggan. kita seringkali mendapat kartu informasi mengenai kopi dan saran metode penyeduhan, tetapi tidak dengan spesifikasi air yang digunakan saat QC. Saya pikir, akan lebih baik jika rumah sangrai menyampaikan jenis air yang dipakai untuk QC pada pelanggan. Sebagai contoh, jika rumah sangrai A menggunakan air D yang dapat dengan mudah didapatkan di pasaran, informasi mengenai merek air yang digunakan tentunya diinformasikan juga untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya miskomunikasi antara penyangrai dan penyeduh. Jika hal ini direalisasikan, tentunya penyeduh akan merasakan karakter rasa kopi yang juga dirasakan oleh penyangrai saat melakukan QC.

Ada upaya lain yang dapat dilakukan oleh rumah sangrai agar apa yang mereka rasakan tentang kopi yang mereka produksi tersampaikan dengan baik pada penyeduh. Selain menginformasikan jenis air yang dipakai, rumah sangrai juga dapat memberikan campuran air yang mereka pakai satu paket dalam kemasan biji kopi yang mereka jual. Namun ada sedikit catatan, hal ini dapat berlaku jika rumah sangrai melakukan water remineralitation secara mandiri dan tidak memakai air yang banyak beredar di pasaran. Setiap rumah sangrai dapat memberikan campuran mineral berdasarkan profil sangrai yang diterapkan pada kopi yang mereka jual. Hal ini dapat dilakukan mengingat dalam sebuah rumah sangrai, biasanya juga memiliki profil sangrai dan perlakuan yang berbeda pada kopi yang mereka pasarkan.

Tulisan ini dibuat untuk memberikan awareness tentang signifikansi air pada seduhan tulisan ini tidak bermaksud untuk mendikte kawan-kawan pembaca untuk menggunakan air tertentu. tulisan ini murni hanya sebagai usaha saya dalam memberikan kontribusi pada industri.


Editor : Asep Ridwan Nugraha, CQI Q Processing Generalist, PT. VSC Kebanggaan Indonesia


Sumber Rujukan :

[1]         C. H. Hendon, “Chemistry and Coffee,” Matter, vol. 2, no. 3, pp. 514–518, Mar. 2020, doi: 10.1016/J.MATT.2020.02.010.

[2]         Barista Guild, “The Coffee Sessions: Maxwell Colonna-Dashwood on water and coffee brewing – YouTube,” BGE Barista Camp 2015, Jan. 05, 2016. https://www.youtube.com/watch?v=9YcHzzECSdc&t=1553s (accessed Apr. 17, 2022).

[3]         Re:co Symposium, “Maxwell Colonna-Dashwood | The Simplest Ingredient? The Complexities of Water and Flavor – YouTube,” 2015 SCAA Symposium, Jul. 07, 2015. https://www.youtube.com/watch?v=ZsZ-ux2bEp0 (accessed Apr. 17, 2022).

[4]         International Coffee Organization, “Maxwell Colonna-Dashwood — Water chemistry and its impact on coffee flavour – YouTube,” the Speciality Coffee Association of Europe UK Chapter, Mar. 13, 15AD. https://www.youtube.com/watch?v=VAwxrxPFEMg (accessed Apr. 17, 2022).

[5]         Hendon, C. H., Colonna-Dashwood, L., & Colonna-Dashwood, M. (2014Journal of agricultural and food chemistry, 62(21), 4947-4950.

Tinggalkan Balasan